Senin, 03 Agustus 2015

Cerpen - Jangan Pukul Pantatku, Bu Guru - Abdul Rahman


Jangan Pukul Pantatku, Bu Guru! 
              Pagi ini, tidak ada lagi sarapan enak yang dibuat Mama. Hari ini adalah hari pasar. Mama cepat-cepat pergi ke pasar untuk menjual dagangan sayurnya karena pasar Senin Kamis hanya sampai jam dua belas siang. Setiap hari Senin dan Kamis, setelah shalat subuh Mama mempersiapkan semua barang dagangan dan berangkat ke pasar saat ayam bekokok atau sebelum fajar tiba.
              Saya meminta Ayah untuk membuat sarapan pagi karena saya sering sakit perut kalau tidak sarapan pagi. Kata Ibu guru, kita akan terkena penyakit mag kalau sering tidak sarapan pagi. Sebelum berangkat kerja, Ayah mencoba membuat nasi goreng penggoyang lidah katanya. Dia menjuju ke dapur dengan hanya memakai sarung dan baju tidurnya. Ayah memang tidak ahli memasak tapi dengan bekal ilmu memasak dari Master Chef yang sering ditontonnya di TV, dia yakin bisa memasak. Ayah membersihkan alat dapur dan mengumpulkan bahan makanan. Ayah menguatkan sarung yang akan melorot. Dengan semangat Ayah mulai menyalakan kompor dan meletakkan alat masak di atasnya. Percaya dirinya tampak saat dia menuangkan satu persatu bahan makanan. Menuangkan nasi, telur, kangkung, bumbu, dan bahan-bahan lainnya. Nasi gorengnya seperti gado-gado banyak sekali campur-campurnya. Ayah terus mengaduk hingga rata dan masak.
              “Tadaaa…nih, masakan ayah! Nasi goreng penggoyang lidah. Umm, aromanya sangat sedap. Cobain deh!” Ucap Ayah dengan menyodorkan nasi gorengnya di meja.
              “Aromanya memang sedap, tapi nasi gorengnya mirip bubur. Mungkin ini namanya nasi bubur goreng bukan nasi goreng pengoyang lida,” gumamku dalam hati. “saya coba makan, mudah-mudahan lezat.” Kataku mengunyah masakan Ayah.
              “Gimana rasanya? Enak kan masakan Ayah?” Tanya Ayah penasaran.
              “Enak.” Jawabku. Meskipun rasanya hambar tapi saya sangat menghargai apa yang telah dilakukan dan kerja kerasnya.
              setelah makan, Ayah mengantar saya ke sekolah. Biasanya saya ke sekolah bersama teman-teman naik dokar. Hari ini Ayah sangat baik, selain mengantar saya ke sekolah dia juga memberi uang jajan. Saya tidak pernah meminta uang jajan ke orang tuaku karena saya tahu kondisi keuangan mereka. Sebelum masuk ke sekolah, saya mencium tangan Ayah. Ayah menyuruh saya untuk belajar dengan rajin dan tekun supaya saya jadi anak berprestasi yang bisa membanggakan kedua orang tua.
              Pelajaran hari ini adalah matematika. Ibu Rabiah yang akan mengajar, dia guru yang sangat disiplin daan agak galak. Semua murid duduk tenang saat dia menerangkan.
              “Pagi anak-anak!” Teriak Bu Rabiah di pintu.
              “Pagi…Bu guru!” Balas semua murid serentak.
              “Bersediaaaa…Ucapkan salam!” teriak ketua kelas.
              “Assalaaamuualaikum warahmatullahi wabarakatuuuu.” Ucap semua murid dengan nada panjang yang hampir sepanjang membaca satu surah.
              “Baiklah anak-anak kita akan mempelajari penjumlahan dan pengurangan. Naikkan buku matematika kalian! Sebelum ibu mulai menjelaskan, ibu mau absen nama kalian dulu.” Membuka buku absen.
              Setelah ibu Rabiah mengabsen kami satu persatu, dia pun mulai menjelaskan. Karena cara menjelaskan ibu rabiah kurang menarik sehingga banyak murid yang izin keluar. Mereka keluar masuk. Ibu Rabiah lansung melarang murid untuk keluar lagi. Tiba-tiba perutku mules.
              “Bu, boleh saya izin keluar ke WC? Perut saya mules, kayaknya saya mau buang air besar, Bu.” Jelasku memegang perut dan menahannya sekut tenaga.
              “Tidak boleh! Itu perasaan dan alasan kamu saja. Tetap duduk dan kerjakan tugas kalian.” Katanya memasak muka galak.
Saya pun hanya duduk karena takut. Saya duduk membatu dan memaku, diam saja tanpa suara lagi. Ibu Rabiah mulai lanjut menjelaskan soal yang kurang dimengerti. Setelah selesai menjelaskan, dia mencium bau busuk yang seperti bau kentut tapi bau ini lama. Kalau kentut hanya sebentar saja baunya. Dia bertanya.
              “Apakah kalian menciuam bau busuk di ruangan ini? Coba periksa sepatu kalian, mungkin ada salah satu dari kalian yang menginjak kotoran hewan!”
Semua Murid memeriksa sepatunya, saya memeriksa sepatu sambil duduk berkata,”mungkin perasaan atau penciuman ibu saja.”
Ibu Rabiah ingin cepat-cepat kelaur, dia menyuruh semua murid untuk mengumpul PR yang telah diberikan seminggu yang lalu. Saya lupa membawa bukunya. PR itu sudah saya kerjakan tapi Ibu Rabiah tidak menerima alasan, dan saya harus menerima hukuman. Ibu Rabiah memanggil saya. Saya sebenarnya sangat tidak ingin berdiri tapi Ibu Rabiah memaksa. Saya berdiri dan berjalan perlahan mendekatinya.
              “Jangan pukul pantatku!” kataku karena ku tahu Ibu Rabiah sering memukul pantat dengan tangannya jika memberi hukuman. Namun dia tetap mengayunkan tangannya dan memukul pantatku tiga kali. Saat dia merasa ada yang aneh dengan tangannya. Tangannya yang basah berwarna langsung mencium. Ketika dia mencium bau tangannya, saya langsung lari keluar. Lari membawa malu. Sekian.  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar