Minggu, 26 Juli 2015

Cerpen - Cinta Satu Kelas


Cinta  Satu Kelas  
(Oleh : Abdul Rahman)
Primadona kelas yang disukai dan dikejar-kejar kaum adam baik senior,  junior dan teman sekelasnya. Mustika yang berasal dari Jakarta Kuliah di Makassar memiliki kecantikan yang seperti Sinderella. Kulit putih, mata sedikit sipit, rambut bergelombang, bodinya mirip gitar spanyol,  dan lesung pipi menenyempurnakan kecantikannya yang tiada tara.  Selain wajahnya cantik, Mustika juga cewek yang  pintar. Mustika sering mengikuti lomba fesion show dan selalu mendapat juara satu. Wajar saja banyak sekali laki-laki yang mengagumi dan menyukainya.
Banyak laki-laki yang menggoda Mustika setiap hari, terutama teman sekelasnya. Tapi Mustika hanya dekat dengan seorang laki-laki di kelasnya, yang bernama Dion. Dion duduk di kursih paling pojok belakang. Dion sangat tampan dan juga banyak disukai cewek-cewek. Dion memang berteman dekat dengan Mustika, tapi dia tidak pernah memperlihatkan rasa sukanya kepada Mustika. Teman sekelasnya mengira mereka pacaran kerana mereka sering jalan bersama dan memang telihat sangat cocok. Tapi mereka membatah ketika mereka ditanya.
“Cieee, Dion. Kamu pacaran ya, sama Mustika? Kamu sering jalan berduaan dengan Mustika, kalian romantis dan serasi sekali. Kalian sejak kapan pacaran?” Tanya salah seorang cewek yang duduk di dekat dan mencolek-coleknya.
“Usss, jangan fitnah! Kami sama sekali tidak pacaran. Saya dan Mustika hanya berteman. Dia dekat dengan saya karena hanya saya laki-laki yang tidak pernah menggoda, merayu-rayu atau membuli dia. Dan dia dekat dengan saya supaya semua cowok mengira kalau kami pacaran. Ini permintaan dia supaya laki-laki tidak selalu mengganggunya.” Bantah Dion memperjelas.
“Oh, gitu yaa. Kenapa kamu tidak mengajak Mustika pacaran aja? Supaya kamu benar-benar ikhlas menjaganya.” Tanya cewek itu lagi setengah berbisik.
“Kamu kan juga tau kalau Mustika tidak ingin pacaran karena Dia ingin focus kuliah. Dia juga pernah bilang kepadaku kalau dia tidak ingin punya pacar sekelasnya.” Jelas Dion.
“Saya juga tau kalau Mutika tidak ingin pacaran dengan teman sekelasyanya. Kamu tau tidak, alasanya kenapa Mutika tidak mau pacaran dengan teman sekelasnya?”
Dion belum sempat menjawab, dosen filsafat telah masuk. Mereka cepat-cepat merapikan tempat duduknya karena hari ini mereka ujian tengah semester. Dion tidak melihat Mustika ada di ruangan padahal soal ujian sudah dibagi. Waktu sudah berjalan sepuluh menit, tapi Mustika belum juga datang.
“Assalamu alaikum, maaf Pak! Saya terlambat karena di jalan terjebak macet.”  Jelas Mustika meminta maaf.
“Silahkan duduk! Ini soal ujianmu.” Kata Bapak dosen filsafat sambil memberikan soal.
Mustika mencari kursi yang kosong, namun dia tidak menemukan kursi kosong. Mustika sangat malu dan bingung. Teman-teman memandanginya. Dion tidak tega melihat Mustika seperti itu, dia pun berdiri dan menyerahkan tempat duduknya.
              “Kamu duduk di sini saja! Biar saya yang ambil kursi di ruangan sebelah.” Kata Dion membereskan barang-barangnya. 
              Mustika berterima kasih ke Dion yang telah menolongnya. Dion meminta izin ke dosen untuk keluar mengambil kursi.
              Jarum jam menunjukkan pukul 11:30, berarti waktu untuk mengerjakan soal ujian telah habis dan sekarang waktunya istrahat. Mustika memanggil Dion pergi ke kantin makan bersama. Mereka memesan makanan Coto Makassar. Mustika asli orang Jakarta sangat suka makanan khas Makassar. Dion ditraktir oleh Mustika sebagai ungkapan terima kasihnya terhadap yang telah  Dion lakukan kepadanya tadi pagi. Dion tidak bisa menolak pemberian Mustika karena Mustika juga tidak pernah menolak semua pemberian Dion. Persahabatan mereka memang sangat romantis, banyak laki-laki yang membenci Dion karena dia sangat dekat dengan Mustika.
              Ketika Dion ingin pulang dan mengambil motornya di tempat parkir. Ada tiga orang laki-laki gonrong yang menutup  sebagian mukanya, tiba-tiba menggebuki Dion hingga babak belur. Dion sempat melawan, namun salah seorang laki-laki itu menikam Dion dengan badik. Dion pun tergeletak tak berdaya dan tak sadarkan diri. Mereka kabur dan meninggalkan Dion yang tak lagi bergerak di tempat parkir.
              Mustika yang baru selesai latihan menari dan ingin pulang, dia menuju ke tempat parkir, kebutulan motornya berdekatan dengan motor Dion. Mustika sangat terkejut ketika melihat tubuh Dion tegeletak dan berlumuran darah di dekat motornya. Mustika pun berterik-teriak meminta pertolongan. Pertolongan datang setelah dia berlari ke pos sekuriti memita tolong. Mobil Ambulance datang dan membawa Dion ke rumah sakit. Mustika ikut membawa Dion, dia memegang kepala dan tangan Dion, dia terus menangis dan berdoa.  Sampai di rumah sakit Dion dimasukkan ke ruangan UGD. Dokter langsung menangani Dion dan dia mengatakan bahwa Dion banyak mengeluarkan darah sehingga membutuhkan  donor darah yang golongan darahnya sama. Mustika yang masih ada di rumah sakit itu mengajukan diri karena dia sama golongan darahnya dengan Dion. Seorang perawat membawa Mustika ke ruangan untuk diambil darahnya.
              Dua hari Dion tidak sadarkan diri. Ibunya sangat menghawatirkan keadaannya. Bapak dan Ibunya yang juga dosen di universitas swasta, menuntut agar Rektor Universitas tempat Dion kuliah agar memberi hukuman kapada pelaku yang telah menikam Dion, selain itu orang tuanya juga akan memindahkan Dion kuliah ke luar negri. Keputusan orang tua Dion sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat, terutama ibunya yang sangat menginginkan Dion untuk dipindahkan.
              Dion telah sadarkan diri,Ibu menghampirinya dan menanyakan keadaannya.
              “Kamu udah baikan, Nak? Gimana perasaanmu sekarang?” Tanya Ibu khawatir.
              “iya, Bu. Alhamdulillah, saya sudah baikan.” Bangun dari tempat tidur.
              “Ibu sangat khawatir kepadamu, ibu tidak bisa lagi melihat kamu terus dianiaya. Pokoknya, kalau kamu ingin melihat ibumu ini tenang dan tidak khawatir lagi. Ibu ingin memindahkan kamu keluar negri. Kamu setujukan Dion?” bujuk ibu memasang muka kasihan.
              “Baiklah bu, jika itu yang membuat ibu merasa lebih senang dan bahagia, Dion akan melakukan semua kemauan Ibu.” Dion menghela nafas.
              Sore harinya Mustika dan teman-teman yang lain datang menjenguk Dion. Dion yang terbaring menyambut mereka dengan senyum. Mereka meletakkan bawaanya di meja dekat Dion. Mustika duduk di dekat Dion.
              “Bagaimana keadaanmu sekarang,?” Tanya Mustika sedikit khawatir.
              “Saya semakin membaik, dan mungkin sebentar jam lima sore, saya sudah bisa pulang. Terimaa kasih ya! Kalian telah datang menjengukku. Ada yang sulit tapi harus saya sampaikan ke kalian. Saya sangat tidak ingin berpisah dengan kalian, kalian sahabatku yang telah kuanggap sebagai saudaraku.” Ungkap Dion sedih. Mata Dion berkaca-kaca menatap teman-temannya satu per satu.
              “Apa yang terjadi Dion? Mengapa kamu berkata seperti itu?” Tanya Mustika bingung dan kaget mendengar ucapan Dion.
              “Orang Tuaku memindahkan saya, mereka menginginkan saya kuliah diluar negri. Saya tidak bisa menolak karena saya telah berjanji untuk selalu membuat mereka bahagia. Saya anak satu-satunya tidak ingin mengecewakan mereka.”  Jawab Dion dengan matanya yang semakin berkaca, “Ada satu lagi yang ingin saya sampaikan, ini tentang perasaanku.” Dion memegang tangan Mustika yang ada di dekatnya.
              “Sebelum saya jauh, saya ingin kamu tau tentang perasaanku selama ini kepadamu Mustika. Perasaan yang lama telah saya pendam sejak kita MaBa (Mahasiswa Baru). Saya sebenarnya ingin sekali mengungkapannya, tapi saya tahan ketika kamu bercerita tentang cinta pertamamu waktu SMA. Kamu yang telah disakiti oleh pacarmu yang satu kelas denganmu, hingga kamu sampai sekarang trauma dan tidak mau lagi pacaran dengan laki-laki satu kelasmu. Perasaan ini telah sangat lama saya pendam.  Perasaan nyaman berasamamu, bahagia bersamamu, tenang di dekatmu, perasaan kalau sebenarnya saya menyukaimu Mustika. Saya tidak ingin saat saya sangat jauh darimu dengan memendam perasaan ini. Perasaan yang telah mampu membuat saya bertahan selama ini, meskipun saya sering dibuli, disiksa dan dianiaya. Rasa cinta ini mengalir bersama darahmu memberiku hidup. Saya ingin kamu dekatkan cintaku di hatimu meski jiwa ini jauh darimu.
 “Maukah kamu menerima cintaku, Mustika?” Tanya Dion menatap Mustika yang matanya berlinang air mata. Air mata yang keluar mendengar cinta tulus Dion. 
“Iyaa, saya terima cintamu. Saya akan menunggu jiwamu dekat bersama cintamu di hatiku.” Susana haru di ruangan itu. Dion mencium kening Mustika. Sekian.
Bantaeng, 15 Juli 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar