Cinta Satu Kelas
(Oleh
: Abdul Rahman)
Primadona kelas yang disukai
dan dikejar-kejar kaum adam baik senior,
junior dan teman sekelasnya. Mustika yang berasal dari Jakarta Kuliah di
Makassar memiliki kecantikan yang seperti Sinderella. Kulit putih, mata sedikit
sipit, rambut bergelombang, bodinya mirip gitar spanyol, dan lesung pipi menenyempurnakan kecantikannya
yang tiada tara. Selain wajahnya cantik,
Mustika juga cewek yang pintar. Mustika
sering mengikuti lomba fesion show dan selalu mendapat juara satu. Wajar saja
banyak sekali laki-laki yang mengagumi dan menyukainya.
Banyak laki-laki yang
menggoda Mustika setiap hari, terutama teman sekelasnya. Tapi Mustika hanya
dekat dengan seorang laki-laki di kelasnya, yang bernama Dion. Dion duduk di
kursih paling pojok belakang. Dion sangat tampan dan juga banyak disukai
cewek-cewek. Dion memang berteman dekat dengan Mustika, tapi dia tidak pernah
memperlihatkan rasa sukanya kepada Mustika. Teman sekelasnya mengira mereka
pacaran kerana mereka sering jalan bersama dan memang telihat sangat cocok.
Tapi mereka membatah ketika mereka ditanya.
“Cieee, Dion. Kamu
pacaran ya, sama Mustika? Kamu sering jalan berduaan dengan Mustika, kalian
romantis dan serasi sekali. Kalian sejak kapan pacaran?” Tanya salah seorang
cewek yang duduk di dekat dan mencolek-coleknya.
“Usss, jangan fitnah!
Kami sama sekali tidak pacaran. Saya dan Mustika hanya berteman. Dia dekat
dengan saya karena hanya saya laki-laki yang tidak pernah menggoda, merayu-rayu
atau membuli dia. Dan dia dekat dengan saya supaya semua cowok mengira kalau
kami pacaran. Ini permintaan dia supaya laki-laki tidak selalu mengganggunya.” Bantah
Dion memperjelas.
“Oh, gitu yaa. Kenapa
kamu tidak mengajak Mustika pacaran aja? Supaya kamu benar-benar ikhlas
menjaganya.” Tanya cewek itu lagi setengah berbisik.
“Kamu kan juga tau
kalau Mustika tidak ingin pacaran karena Dia ingin focus kuliah. Dia juga
pernah bilang kepadaku kalau dia tidak ingin punya pacar sekelasnya.” Jelas
Dion.
“Saya juga tau kalau
Mutika tidak ingin pacaran dengan teman sekelasyanya. Kamu tau tidak, alasanya
kenapa Mutika tidak mau pacaran dengan teman sekelasnya?”
Dion belum sempat
menjawab, dosen filsafat telah masuk. Mereka cepat-cepat merapikan tempat
duduknya karena hari ini mereka ujian tengah semester. Dion tidak melihat
Mustika ada di ruangan padahal soal ujian sudah dibagi. Waktu sudah berjalan
sepuluh menit, tapi Mustika belum juga datang.
“Assalamu alaikum, maaf
Pak! Saya terlambat karena di jalan terjebak macet.” Jelas Mustika meminta maaf.
“Silahkan duduk! Ini
soal ujianmu.” Kata Bapak dosen filsafat sambil memberikan soal.
Mustika mencari kursi yang kosong, namun
dia tidak menemukan kursi kosong. Mustika sangat malu dan bingung. Teman-teman
memandanginya. Dion tidak tega melihat Mustika seperti itu, dia pun berdiri dan
menyerahkan tempat duduknya.
“Kamu
duduk di sini saja! Biar saya yang ambil kursi di ruangan sebelah.” Kata Dion
membereskan barang-barangnya.
Mustika
berterima kasih ke Dion yang telah menolongnya. Dion meminta izin ke dosen
untuk keluar mengambil kursi.
Jarum
jam menunjukkan pukul 11:30, berarti waktu untuk mengerjakan soal ujian telah
habis dan sekarang waktunya istrahat. Mustika memanggil Dion pergi ke kantin
makan bersama. Mereka memesan makanan Coto Makassar. Mustika asli orang Jakarta
sangat suka makanan khas Makassar. Dion ditraktir oleh Mustika sebagai ungkapan
terima kasihnya terhadap yang telah Dion
lakukan kepadanya tadi pagi. Dion tidak bisa menolak pemberian Mustika karena
Mustika juga tidak pernah menolak semua pemberian Dion. Persahabatan mereka
memang sangat romantis, banyak laki-laki yang membenci Dion karena dia sangat
dekat dengan Mustika.
Ketika
Dion ingin pulang dan mengambil motornya di tempat parkir. Ada tiga orang
laki-laki gonrong yang menutup sebagian
mukanya, tiba-tiba menggebuki Dion hingga babak belur. Dion sempat melawan,
namun salah seorang laki-laki itu menikam Dion dengan badik. Dion pun
tergeletak tak berdaya dan tak sadarkan diri. Mereka kabur dan meninggalkan
Dion yang tak lagi bergerak di tempat parkir.
Mustika
yang baru selesai latihan menari dan ingin pulang, dia menuju ke tempat parkir,
kebutulan motornya berdekatan dengan motor Dion. Mustika sangat terkejut ketika
melihat tubuh Dion tegeletak dan berlumuran darah di dekat motornya. Mustika
pun berterik-teriak meminta pertolongan. Pertolongan datang setelah dia berlari
ke pos sekuriti memita tolong. Mobil Ambulance datang dan membawa Dion ke rumah
sakit. Mustika ikut membawa Dion, dia memegang kepala dan tangan Dion, dia
terus menangis dan berdoa. Sampai di
rumah sakit Dion dimasukkan ke ruangan UGD. Dokter langsung menangani Dion dan
dia mengatakan bahwa Dion banyak mengeluarkan darah sehingga membutuhkan donor darah yang golongan darahnya sama.
Mustika yang masih ada di rumah sakit itu mengajukan diri karena dia sama
golongan darahnya dengan Dion. Seorang perawat membawa Mustika ke ruangan untuk
diambil darahnya.
Dua
hari Dion tidak sadarkan diri. Ibunya sangat menghawatirkan keadaannya. Bapak
dan Ibunya yang juga dosen di universitas swasta, menuntut agar Rektor Universitas
tempat Dion kuliah agar memberi hukuman kapada pelaku yang telah menikam Dion,
selain itu orang tuanya juga akan memindahkan Dion kuliah ke luar negri.
Keputusan orang tua Dion sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat, terutama
ibunya yang sangat menginginkan Dion untuk dipindahkan.
Dion
telah sadarkan diri,Ibu menghampirinya dan menanyakan keadaannya.
“Kamu
udah baikan, Nak? Gimana perasaanmu sekarang?” Tanya Ibu khawatir.
“iya,
Bu. Alhamdulillah, saya sudah baikan.” Bangun dari tempat tidur.
“Ibu
sangat khawatir kepadamu, ibu tidak bisa lagi melihat kamu terus dianiaya.
Pokoknya, kalau kamu ingin melihat ibumu ini tenang dan tidak khawatir lagi.
Ibu ingin memindahkan kamu keluar negri. Kamu setujukan Dion?” bujuk ibu memasang
muka kasihan.
“Baiklah
bu, jika itu yang membuat ibu merasa lebih senang dan bahagia, Dion akan
melakukan semua kemauan Ibu.” Dion menghela nafas.
Sore
harinya Mustika dan teman-teman yang lain datang menjenguk Dion. Dion yang
terbaring menyambut mereka dengan senyum. Mereka meletakkan bawaanya di meja
dekat Dion. Mustika duduk di dekat Dion.
“Bagaimana
keadaanmu sekarang,?” Tanya Mustika sedikit khawatir.
“Saya
semakin membaik, dan mungkin sebentar jam lima sore, saya sudah bisa pulang.
Terimaa kasih ya! Kalian telah datang menjengukku. Ada yang sulit tapi harus
saya sampaikan ke kalian. Saya sangat tidak ingin berpisah dengan kalian,
kalian sahabatku yang telah kuanggap sebagai saudaraku.” Ungkap Dion sedih.
Mata Dion berkaca-kaca menatap teman-temannya satu per satu.
“Apa
yang terjadi Dion? Mengapa kamu berkata seperti itu?” Tanya Mustika bingung dan
kaget mendengar ucapan Dion.
“Orang
Tuaku memindahkan saya, mereka menginginkan saya kuliah diluar negri. Saya
tidak bisa menolak karena saya telah berjanji untuk selalu membuat mereka
bahagia. Saya anak satu-satunya tidak ingin mengecewakan mereka.” Jawab Dion dengan matanya yang semakin
berkaca, “Ada satu lagi yang ingin saya sampaikan, ini tentang perasaanku.”
Dion memegang tangan Mustika yang ada di dekatnya.
“Sebelum
saya jauh, saya ingin kamu tau tentang perasaanku selama ini kepadamu Mustika.
Perasaan yang lama telah saya pendam sejak kita MaBa (Mahasiswa Baru). Saya
sebenarnya ingin sekali mengungkapannya, tapi saya tahan ketika kamu bercerita
tentang cinta pertamamu waktu SMA. Kamu yang telah disakiti oleh pacarmu yang
satu kelas denganmu, hingga kamu sampai sekarang trauma dan tidak mau lagi
pacaran dengan laki-laki satu kelasmu. Perasaan ini telah sangat lama saya
pendam. Perasaan nyaman berasamamu,
bahagia bersamamu, tenang di dekatmu, perasaan kalau sebenarnya saya menyukaimu Mustika. Saya tidak ingin
saat saya sangat jauh darimu dengan memendam perasaan ini. Perasaan yang telah
mampu membuat saya bertahan selama ini, meskipun saya sering dibuli, disiksa
dan dianiaya. Rasa cinta ini mengalir bersama darahmu memberiku hidup. Saya
ingin kamu dekatkan cintaku di hatimu meski jiwa ini jauh darimu.
“Maukah kamu menerima cintaku, Mustika?” Tanya
Dion menatap Mustika yang matanya berlinang air mata. Air mata yang keluar
mendengar cinta tulus Dion.
“Iyaa, saya terima
cintamu. Saya akan menunggu jiwamu dekat bersama cintamu di hatiku.” Susana haru
di ruangan itu. Dion mencium kening Mustika. Sekian.
Bantaeng, 15 Juli 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar