Demonstran Seumur
Hidup
(Oleh
: Abd. Rahman)
Mahasiswa
selalu diharapkan untuk menjadi manusia-manusia yang tangguh dan berakhlak
mulia. Karena mahasiswa merupakan aset, cadangan dan harapan bangsa yang mendapat
peranan untuk menjaga niai-nilai masyarakat. Mampu membawa perubahan. Mengapa
mahasiswa harus mampu membawa perubahan? Karena perubahan itu sendiri merupakan
harga mutlak dan pasti akan terjadi walaupun kita diam. Bila kita diam secara
tidak sadar telah berkontribusi dalam melakukan perubahan, namun perubahan yang
terjadi akan berbeda dengan ideology yang kita anut dan kita anggap benar.
Perubahan merupakan
sebuah perintah yang diberikan oleh Allah swt. dimana dijelaskan bahwa suatu
kaum harus mau berubah bila mereka menginginkan sesuatu keadaan yang lebih
baik. Lalu berdasarkan hadis yang menyebutkan bahwa orang yang hari ini lebih
baik dari hari kemarin adalah orang yang beruntung, sedangkan orang yang hari
ini tidak lebih baik dari kemarin adalah orang yang merugi. Oleh karena itu betapa
pentingnya arti sebuah perubahan yang harus kita lakukan.
Itulah peranku sebagai
mahasiswa. Aku tidak ingin hukum di negara ini seperti pisau yang tumpul keatas,
tajam kebawah. aktif diberbagai komunitas dan organisasi, baik organisasi
fakultas, universitas maupun di luar universitas. Menjadi ketua komunitas dan
di organisasi Universitas Merah Putih.
Sevent
elevent .Berangkat jam tujuh pagi, pulang jam
sebelas malam. Hampir enam belas jam
setiap hari, Aku menghabiskan waktu di kampus. Seperti orang kantoran.
Sepulang kuliah melakukan diskusi-dikusi
Mahasiswa. Membahas tentang penomena-penomena Fakultas, problematika Kampus, kasat
kusut negara, bahkan gejolak-gejolak di luar negara.
Hati terasa gatal
membiarkan penguasa melempar kebijakan yang bisa membuat kepala pecah dan
tulang-tulang tak berbalut daging. Aku sangat memahami keluh kesah rakyat
miskin. Rumah peninggalan nenekku yang diobrak-abrik Satpol PP tiga tahun lalu,
memendam kekecewaan. Sang Ayah supir angkot, dan Ibu penjual kue keliling.
Suasana dan lingkungan pemanggil jiwa kepedulian.
Membawa segumpal
harapan dari kampung. Dengan tujuan ingin merubah perekonomian keluarga
kedepannya dan mengangkat status keluarga atau strata sosial. Doa-doa yang
terucap di sujud terakhir dalam sholat sepertiga malam.
“Yaa, Allah berikanlah anakku
keselamatan, kesehatan, kekuatan, kesuksesan, dan kebahagian serta jauhkanlah
dirinya dari segala marah bahaya.” Terlantum dalam setiap doa orang tua kepada
anaknya.
***
Komunitas Cinta Anak Jalanan. Aktivitas
yang tidak menghasilkan materi, tetapi melihat sebongkah senyum mereka, rasa
bahagia sudah didapat. Mereka yang butuh lambaian tangan dan sedikit perhatian
atas perikemanusiaan. Berbagi nasi dan mereka lahap memakannya di bawah kolom
jembatang dekat sampah-sampah terbungkus kantong. Turun ke jalan melakukan
penggalangan dana untuk orang-orang kolom jembatan dan sesekali memetik
gitar,di dalam bus menuju kampus, segenggam uang receh untuk orang-orang karpet
kardus.
Hari
ini pembongkaran gubuk-gubuk kumuh di pinggiran kota. Ibu meraung menangis
dipaksa keluar, barang-barang dilempar bertaburan. Polisi dengan warga adu
dorong dan adu mulut. Rakyat miskin pinggir kota diporak-porandakan bagai
kambing yang diburu keluar dari kandang. Mereka dianggap perusak pemandangan
kota. Puluh ratusan rakyat harus meneteng barang dan memandangi gubuk-gubuknya
dirobohkan.
Mahasiswa
serasa terpanggil dan terpukul dengan perlakuan sang penguasa yang semena-mena.
Rakyat adalah sel-sel negara dan pemerintahan. Tubuh akan mati jika sel-sel
dimatikan.
“Mana hati nuranimu? Membongkar rumah
mereka dan mengusirnya seperti binatang tanpa perikemanusiaan dan keadilan, ”
teriakku menggelegar berdiri diantara tumpukan ban menyala-nyala.
“Hidup Mahasiswa!” nikkan kepalan tangan.
“Hidup!”
Balas kawan yang sepakat jalan bersama.
“Hidup Rakyat!”
“Hidup!”
“Hidup Rakyat!”
“Hidup!”
“Hidup Rakyat!”
“Hiduuup!”
“Jangan menelantarkan saudara kami! Kolom-kolom
jembatan sudah penuh, apakah kau tega saudara kita beratap langit dan beralas
tanah? Mereka butuh saluran tangan bukan pukulan tangan.” Orasi di pinggir
jalan. Perisai berdiri mengawasi dan mengelilingi mahasiswa.
Tak
disangka-sangka, ada seorang tak bertanggung jawab yang melepaskan busur ke
polisi dan mengenai dada bagian kiri polisi itu. Suasanpun memanas, hingga
terjadi cekcok antara polisi dengan mahasiswa. Aku juga emosi melihat pukulan
rotan yang dilakukan polisi terhadap mahasiswa, mereka menyeretnya seperti menyeret
kantong sampah. Saling kejar-kejaran dan lempar batu antar keduanya tak terbendung,
walaupun beberapa kali tembakan peringatan kearah langit dilakukan. Lima jam
bergelut dalam ricuh, peralatan dan pasilitas jalan hancur rancuh.
“Maju!” Teriakku didepan.
“lempar. Lempar, jangan takut!” Intruksiku
berani. Melihat polisi lengah, kami maju
terus. Setelah beberapa meter berhasil memukul mundur polisi. Tak terduga,
kuterbelalak melihat bantuan polisi yang begitu banyak, muka mereka
seram-seram, mirip preman. Satu banding sepuluh, bisa mati konyol kalau masih bertahan.
“Mundur! Semuanya mundur.” Teriakku
dengan berjalan pincang. Lutut kananku terkena lemparan. Kami dipukul mundur
hingga masuk ke kampus, banyak fasilitas dan taman kampus yang rusak. Ricuh
berakhir jam satu malam setelah tentara-tentara datang mengamankan.
***
Banyak pengendara yang
berdarah-darah terkena lembaran kesasar. Bahkan ada yang dipukuli polisi yang
dikira mahasiswa penyebab ricuh. Kaca-kaca mobil dan jedela bangunan pecah.
Banyak Mahasiswa yang ditangkap dan polisi juga tidak sedikit yang mengalami
luka-luka. Bahkan beberapa penjual batu akik pinggir jalan mengalami kerugian
besar, batu akiknya dipakai melempar. Selain batu akiknya habis dilempar dia
juga kena lemparan.
Berita pagi ini
membuatku serasa telingaku tertusuk kawat panas mendengar tiga korban akibat
bentrok tadi malam. Seorang polisi, pengendara , dan satu orang mahasiswi
meninggal dunia. Polisi itu adalah ayah temanku, yang supir dan mahasiswi meninggal
di atas mobil angkot. Mahasiswi duduk di dekat supir. Mereka meningggal karena
kepalanya kena batu. Sungguh hal yang kusesali dan tak kuinginkan, mahasiswi
yang meninggal adalah pacarku, Mita. Aku tidak tau harus menyalahkan siapa. Aku
sangat terpukul. Pukulannya sakit sekali melebihi pukulan para polisi. Sejak
kejadian itu, aku tidak pernah demo lagi hingga aku diwisuda.
Di tahun 2014, saat
umurku telah mencapai 35 tahun, aku terpilih sebagai presiden. Saat aku
menduduki kursi, teringat olehku tentang diriku yang selalu protes terhadap
pemerintah. Sekarang aku telah menjadi kepala kepemerintahan. Maka apa yang
telah aku lakukan dimasa lamapau, selalu peduli kepada masyarakat bawah, tolak
BBM naik, dan menolak kebijakan pemerintah yang meresahkan rakyat, saya harus
menjadi demontran seumur hidup. Mendemo
kepada diriku sendiri yang telah menjadi pemerintah jika aku mengeluarkan
kebijakan yang bisa meresahkan rakyatku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar