Sabtu, 19 Desember 2015

Artikel-Karakter dan Perilaku Orang Jepang Dalam Bekerja-Abdul Rahman


Karakter dan Perilaku Orang Jepang Dalam Bekerja   
Apa yang dilakukan dan bagaimana perilaku masyarakat Jepang sehingga mampu menjadikan negaranya sebagai negara yang sangat maju, sejahtera dan dikagumi oleh banyak negara di Eropa terlebih lagi di Asia?
Jepang telah mematahkan pemikiran “bahwa suatu negara tidak akan mampu maju kalau sumber daya manusia dan alamnya kurang.” Meskipun Jepang termasuk negara yang kurang sumber daya manusia dan alamnya tapi Jepang mampu bangkit dan maju dengan manfaatkan yang ada dan mengembangkannya penuh semangat. Sejak zaman Meiji, yaitu sekitar pada tahun 1868, Jepang telah mengirim orang-orangnya ke berbagai negara untuk mencari sesuatu yang bisa dimanfaatkan dan dikembangkan.
Adapun karakter dan perilaku orang Jepang yang telah membuat Jepang maju dan sejahtera seperti sekarang ini, yaitu orang Jepang sangat hati-hati dan serius saat mengerjakan sesuatu, sehingga kesalahan dalam bekerja dapat dihindari. Orang Jepang selalu mengakui dan meminta maaf setiap melakukan kesalahan. Dan bersedia menerima hukuman dari akibat kecerobohannya. Contohnya, jika orang Jepang tidak sengaja memecahkan piring, dia akan segera mengatakan “mohon maafkan saya” atau “saya menyesal atas kejadian ini” dan dengan penuh tanggung jawab kemudian berkata “itu adalah kesalahan saya” sikap seperti ini merupakan sikap yang baik. Dan bahkan melakukan harakiri jika akibat dari kesalahannya sangat besar. Namun kebanyakan orang di negara lain melakukan sebaliknya, tidak meminta maaf, tidak menyesal dan tidak mengakui kesalahannya.
Semangat kerja keras dan pantang meyerah. Kebanyaakan perusaahan di Jepang menerapkan system tujuh sebelas, bekerja mulai jam tujuh pagi sampai jam sebelas malam.  Istri-istri di Jepang merasa senang jika suaminya pulang malam saat bekerja. Berbeda dengan istri-istri di Indonesia, mereka akan marah jika suaminya pulang malam saat bekerja, karena mereka mencurigai suaminya selingkuh.
Orang Jepang juga suka kerja kelompok, karena mereka punya pemikiran semua pekerjaan akan lebih mudah dan cepat selesai jika pekerjaan dikerjakan secara bersama-sama. Mereka bersatu untuk mencapai tujuan.
Orang Jepang sangat setia pada pekerjaannya, mereka akan bersunggu-sungguh dengan pekerjaan yang mereka geluti. Di Jepang jarang ditemukan orang-orang yang suka berpindah-pindah pekerjaan. Mereka tidak suka membuang-buang waktu dan mengerjakan hal yang sia-sia. Saat mereka bekerja, mereka fokus bekerja, ketika istrahat, mereka memanfaatkan waktu istirahat dan begitupun jika waktu libur tiba, mereka akan bersenang-senang.
Di Jepang menerapkan budaya malu, sehingga mereka sangat disiplin. Orang Jepang akan merasa malu jika datang terlambat ke tempat kerja, jika tidak menyelesaikan pekerjaan, jika melanggar aturan, dan jika tidak mengalami peningkatan dalam bekerja. Budaya malu ini yang mendorong Jepang untuk terus maju.
Dalam kehidupan sehari-hari di tempat kerja maupun di rumah, orang Jepang juga menerapkan 5R, yaitu Ringkas, maksudnya menyingkirkan barang yang tidak diperlukan. Rapi yaitu membenahi tempat penyimpanan barang.  Resik yaitu mengatur dan melaksanakan prosedur kebersihan harian. Rawat yaitu mempertahankan ringkas, rapi, dan resik. Kemudian Rajin, yaitu melakukannya setiap hari sehingga menjadi suatu kebiasaan.
Ketika di perusahaan terjadi pengurangan karyawan, kemudian terjadi pemutusan hubungan kerja, maka pemerintah di Jepang akan segera menghubungi perusahaan lain yang membutuhkan karyawan. Cara seperti inilah yang dilakukan pemerintah Jepang sehingga masyarakatnya kurang yang pengangguran.
Karakter  dan perilaku seperti ini diterapkan secara turun temurun oleh orang Jepang, sehingga Jepang mampu maju, dari dari yang terendah sampai tertinggi sepeti sekarang ini. Tentunya kita sebagai masyarakat Indonesia yang masih dalam tahab berkembang bisa juga menerapkan karakter dan perilaku seperti apa yang telah di contohkan masyarakat Jepang. Mari kita awali dari kesadaran pribadi kita untuk melihat Indonesia yang lebih baik.   

Senin, 03 Agustus 2015

Esai - Perbedaan Pengaderan Mahasiswa Baru (MABA) di Indonesia dengan Negara Maju


Perbedaan Pengaderan Mahasiswa Baru (MABA) di Indonesia dengan Negara Maju

              Pengaderan artinya proses, cara, pembuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader. Kader adalah orang yang diharapkan memegang penting dalam pemerintahan, partai, kelompok, dsb (KBBI: 2008).
              Seperti yang telah kita ketahui bahwa sebelum kita masuk atau bergabung di organisasi, sekolah, atau universitas, biasanya dilakukan pengaderan. Pengaderan ini dilakukan untuk memperkenalkan lingkungan kepada mahasiswa baru, orang-orang yang ada di dalam, maupun saling memperkenalkan sesama mahasiswa baru. Tujuan utama pengaderan sebenarnya adalah menghasilkan kader-kader yang berkualitas, mampu bersaing dan berprestasi, dan mampu mewujudkan visi misi organisasi. Perkembangan atau kemajuan suatu organisasi kedepannya sangat ditentukan oleh hasil kader-kadernya yang akan berperan sebagai penerus.
              Di indonesia sangat banyak organisasi, sekolah, dan universitas. Semua menerapkan cara pengaderan yang berbeda-beda, dan biasanya melakukan cara pengaderan seperti apa yang telah dijalaninya atau dirasakanya. Jika senior mengadernya secara keras dan kasar maka cara itu juga yang akan diterapkan kepada juniornya. Dapat dilihat dan diketahui di madia, baik media elektronik maupun media cetak tentang pengaderan-pengaderan di Indonesia. Proses pengaderan di Indonseia masih banyak yang berdampak negatif, seperti terjadinya, pem-bully-an, perkelahian, tawuran, penyiksaan yang berujung maut dan tindakan kekerasan lainnya. Anggota atau mahasiswa baru dihilangkan hak asasinya dan harus memenuhi kewajibannya sebagai anggota atau mahasiswa baru untuk menaati semua aturan yang telah ditetapkan.
              Sangat disayangkan dan memprihatinkan jika dalam pendidikan menganut konsep pengkaderan yang menjajah. Mental penjajah di Indonesia mungkin masih sulit dihilangkan, hal ini dapat dilihat dari keluhan-keluhan anggota, siswa, mahasiswa baru dan orang tua. Mereka harus menyiapkan berbagai perlengkapan dan harus melakukan apa yang diperintahkan meskipun itu tidak mendidik. Berpakaian yang tidak wajar seperti rambut, kepala, dan tangan diikat pita warna-warni, tali sepatu diganti dengan tali rapia, tas dari kardus, selempang dari daun, kalung dari perment dan lain-lain. Jika tidak melakukan apa yang telah diperintahakan maka akan dihukum dan di-bully di depan orang banyak. Orang yang tidak berpendidikan akan tertawa melihat orang yang berpendidikan berpenampilan seperti itu.
Berbeda dengan cara pengaderan yang ada luar negeri. Ada seorang teman yang kuliah di luar negeri, Dia menceritakan saat Dia menjadi mahasiswa baru (MABA) di sana. Selama masa pengaderannya, Dia tidak pernah mengalami tindak kekerasan atau perlakuan buruk dari seniornya. Dia hanya diberi tugas untuk membuat orang di sekitarnya bahagia atau membantu orang lain sebanyak dua puluh orang dalam sehari. Dia membantu nenek-nenek menyembang jalan, membantu orang lain mengangkat barang, membersihkan WC, dan bahkan mendatangi tempat panti asuhan atau panti jompo dan membuat orang-orangnya tersenyum.
Itulah yang membedakan pengaderan di Indonesia dengan negara maju. Jadi sikap kita agar sejajar dengan negara maju adalah harus mengubah sikap salah yang dianggap benar.       

Esai - Perbedaan Pengaderan Mahasiswa Baru (MABA) di Indonesia dengan Negara Maju - Abdul Rahman


Perbedaan Pengaderan Mahasiswa Baru (MABA) di Indonesia dengan Negara Maju

              Pengaderan artinya proses, cara, pembuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader. Kader adalah orang yang diharapkan memegang penting dalam pemerintahan, partai, kelompok, dsb (KBBI: 2008).
              Seperti yang telah kita ketahui bahwa sebelum kita masuk atau bergabung di organisasi, sekolah, atau universitas, biasanya dilakukan pengaderan. Pengaderan ini dilakukan untuk memperkenalkan lingkungan kepada mahasiswa baru, orang-orang yang ada di dalam, maupun saling memperkenalkan sesama mahasiswa baru. Tujuan utama pengaderan sebenarnya adalah menghasilkan kader-kader yang berkualitas, mampu bersaing dan berprestasi, dan mampu mewujudkan visi misi organisasi. Perkembangan atau kemajuan suatu organisasi kedepannya sangat ditentukan oleh hasil kader-kadernya yang akan berperan sebagai penerus.
              Di indonesia sangat banyak organisasi, sekolah, dan universitas. Semua menerapkan cara pengaderan yang berbeda-beda, dan biasanya melakukan cara pengaderan seperti apa yang telah dijalaninya atau dirasakanya. Jika senior mengadernya secara keras dan kasar maka cara itu juga yang akan diterapkan kepada juniornya. Dapat dilihat dan diketahui di madia, baik media elektronik maupun media cetak tentang pengaderan-pengaderan di Indonesia. Proses pengaderan di Indonseia masih banyak yang berdampak negatif, seperti terjadinya, pem-bully-an, perkelahian, tawuran, penyiksaan yang berujung maut dan tindakan kekerasan lainnya. Anggota atau mahasiswa baru dihilangkan hak asasinya dan harus memenuhi kewajibannya sebagai anggota atau mahasiswa baru untuk menaati semua aturan yang telah ditetapkan.
              Sangat disayangkan dan memprihatinkan jika dalam pendidikan menganut konsep pengkaderan yang menjajah. Mental penjajah di Indonesia mungkin masih sulit dihilangkan, hal ini dapat dilihat dari keluhan-keluhan anggota, siswa, mahasiswa baru dan orang tua. Mereka harus menyiapkan berbagai perlengkapan dan harus melakukan apa yang diperintahkan meskipun itu tidak mendidik. Berpakaian yang tidak wajar seperti rambut, kepala, dan tangan diikat pita warna-warni, tali sepatu diganti dengan tali rapia, tas dari kardus, selempang dari daun, kalung dari perment dan lain-lain. Jika tidak melakukan apa yang telah diperintahakan maka akan dihukum dan di-bully di depan orang banyak. Orang yang tidak berpendidikan akan tertawa melihat orang yang berpendidikan berpenampilan seperti itu.
Berbeda dengan cara pengaderan yang ada luar negeri. Ada seorang teman yang kuliah di luar negeri, Dia menceritakan saat Dia menjadi mahasiswa baru (MABA) di sana. Selama masa pengaderannya, Dia tidak pernah mengalami tindak kekerasan atau perlakuan buruk dari seniornya. Dia hanya diberi tugas untuk membuat orang di sekitarnya bahagia atau membantu orang lain sebanyak dua puluh orang dalam sehari. Dia membantu nenek-nenek menyembang jalan, membantu orang lain mengangkat barang, membersihkan WC, dan bahkan mendatangi tempat panti asuhan atau panti jompo dan membuat orang-orangnya tersenyum.
Itulah yang membedakan pengaderan di Indonesia dengan negara maju. Jadi sikap kita agar sejajar dengan negara maju adalah harus mengubah sikap salah yang dianggap benar.       

Cerpen - Jangan Pukul Pantatku, Bu Guru - Abdul Rahman


Jangan Pukul Pantatku, Bu Guru! 
              Pagi ini, tidak ada lagi sarapan enak yang dibuat Mama. Hari ini adalah hari pasar. Mama cepat-cepat pergi ke pasar untuk menjual dagangan sayurnya karena pasar Senin Kamis hanya sampai jam dua belas siang. Setiap hari Senin dan Kamis, setelah shalat subuh Mama mempersiapkan semua barang dagangan dan berangkat ke pasar saat ayam bekokok atau sebelum fajar tiba.
              Saya meminta Ayah untuk membuat sarapan pagi karena saya sering sakit perut kalau tidak sarapan pagi. Kata Ibu guru, kita akan terkena penyakit mag kalau sering tidak sarapan pagi. Sebelum berangkat kerja, Ayah mencoba membuat nasi goreng penggoyang lidah katanya. Dia menjuju ke dapur dengan hanya memakai sarung dan baju tidurnya. Ayah memang tidak ahli memasak tapi dengan bekal ilmu memasak dari Master Chef yang sering ditontonnya di TV, dia yakin bisa memasak. Ayah membersihkan alat dapur dan mengumpulkan bahan makanan. Ayah menguatkan sarung yang akan melorot. Dengan semangat Ayah mulai menyalakan kompor dan meletakkan alat masak di atasnya. Percaya dirinya tampak saat dia menuangkan satu persatu bahan makanan. Menuangkan nasi, telur, kangkung, bumbu, dan bahan-bahan lainnya. Nasi gorengnya seperti gado-gado banyak sekali campur-campurnya. Ayah terus mengaduk hingga rata dan masak.
              “Tadaaa…nih, masakan ayah! Nasi goreng penggoyang lidah. Umm, aromanya sangat sedap. Cobain deh!” Ucap Ayah dengan menyodorkan nasi gorengnya di meja.
              “Aromanya memang sedap, tapi nasi gorengnya mirip bubur. Mungkin ini namanya nasi bubur goreng bukan nasi goreng pengoyang lida,” gumamku dalam hati. “saya coba makan, mudah-mudahan lezat.” Kataku mengunyah masakan Ayah.
              “Gimana rasanya? Enak kan masakan Ayah?” Tanya Ayah penasaran.
              “Enak.” Jawabku. Meskipun rasanya hambar tapi saya sangat menghargai apa yang telah dilakukan dan kerja kerasnya.
              setelah makan, Ayah mengantar saya ke sekolah. Biasanya saya ke sekolah bersama teman-teman naik dokar. Hari ini Ayah sangat baik, selain mengantar saya ke sekolah dia juga memberi uang jajan. Saya tidak pernah meminta uang jajan ke orang tuaku karena saya tahu kondisi keuangan mereka. Sebelum masuk ke sekolah, saya mencium tangan Ayah. Ayah menyuruh saya untuk belajar dengan rajin dan tekun supaya saya jadi anak berprestasi yang bisa membanggakan kedua orang tua.
              Pelajaran hari ini adalah matematika. Ibu Rabiah yang akan mengajar, dia guru yang sangat disiplin daan agak galak. Semua murid duduk tenang saat dia menerangkan.
              “Pagi anak-anak!” Teriak Bu Rabiah di pintu.
              “Pagi…Bu guru!” Balas semua murid serentak.
              “Bersediaaaa…Ucapkan salam!” teriak ketua kelas.
              “Assalaaamuualaikum warahmatullahi wabarakatuuuu.” Ucap semua murid dengan nada panjang yang hampir sepanjang membaca satu surah.
              “Baiklah anak-anak kita akan mempelajari penjumlahan dan pengurangan. Naikkan buku matematika kalian! Sebelum ibu mulai menjelaskan, ibu mau absen nama kalian dulu.” Membuka buku absen.
              Setelah ibu Rabiah mengabsen kami satu persatu, dia pun mulai menjelaskan. Karena cara menjelaskan ibu rabiah kurang menarik sehingga banyak murid yang izin keluar. Mereka keluar masuk. Ibu Rabiah lansung melarang murid untuk keluar lagi. Tiba-tiba perutku mules.
              “Bu, boleh saya izin keluar ke WC? Perut saya mules, kayaknya saya mau buang air besar, Bu.” Jelasku memegang perut dan menahannya sekut tenaga.
              “Tidak boleh! Itu perasaan dan alasan kamu saja. Tetap duduk dan kerjakan tugas kalian.” Katanya memasak muka galak.
Saya pun hanya duduk karena takut. Saya duduk membatu dan memaku, diam saja tanpa suara lagi. Ibu Rabiah mulai lanjut menjelaskan soal yang kurang dimengerti. Setelah selesai menjelaskan, dia mencium bau busuk yang seperti bau kentut tapi bau ini lama. Kalau kentut hanya sebentar saja baunya. Dia bertanya.
              “Apakah kalian menciuam bau busuk di ruangan ini? Coba periksa sepatu kalian, mungkin ada salah satu dari kalian yang menginjak kotoran hewan!”
Semua Murid memeriksa sepatunya, saya memeriksa sepatu sambil duduk berkata,”mungkin perasaan atau penciuman ibu saja.”
Ibu Rabiah ingin cepat-cepat kelaur, dia menyuruh semua murid untuk mengumpul PR yang telah diberikan seminggu yang lalu. Saya lupa membawa bukunya. PR itu sudah saya kerjakan tapi Ibu Rabiah tidak menerima alasan, dan saya harus menerima hukuman. Ibu Rabiah memanggil saya. Saya sebenarnya sangat tidak ingin berdiri tapi Ibu Rabiah memaksa. Saya berdiri dan berjalan perlahan mendekatinya.
              “Jangan pukul pantatku!” kataku karena ku tahu Ibu Rabiah sering memukul pantat dengan tangannya jika memberi hukuman. Namun dia tetap mengayunkan tangannya dan memukul pantatku tiga kali. Saat dia merasa ada yang aneh dengan tangannya. Tangannya yang basah berwarna langsung mencium. Ketika dia mencium bau tangannya, saya langsung lari keluar. Lari membawa malu. Sekian.  


Minggu, 26 Juli 2015

Cerpen - Kuntilanak Ingin Dipeluk Pocong


Kuntilanak Ingin dipeluk Pocong
Oleh: Abdul Rahman

              Gelapnya malam, suasana sunyi terdengar suara jangkrik mengerik, burung hantu, anjing menggonggong panjang lengking dan suara-suara halus yang terdengar sesekali di tengah malam gelap. Suara-suara yang seperti membisik di telinga meraba-raba merindingkan bulu. Suara anak kecil dan suara tertawa serta tangisan menandakan ekstensinya. Gerakan benda dan bayangan melintas sekejap dalam pandangan.
              Di perbatasan desa Ujung Katinting dengan Balik Papan terdapat tikungan tajam yang setajam silet, pohon beringin besar yang hanya bisa dirangkul lima orang berpegangan tangan membuat jalan itu dijuluki tikungan pohon beringin pencabut nyawa. Hampir dua orang kecelakaan dalam seminggu dan merenggut enam nyawa pengendara. Pengendara cabe-cabean yang boncengan tiga. Anehnya setiap kecelakaan mengalami kejadian yang sama yaitu menabrak pohon beringin besar, katanya pohon beringinnya tidak terlihat dan jalannya tiba-tiba lurus, menurut keterangan para arwah gentayangan di tempat itu.
              Padahal di pinggir jalan tertulis rambu-rambu lalu lintas, “
DILARANG KECELAKAAN RUMAH SAKIT JAUH DAN PENGOBATAN MAHAL!” Namun banyak pengendara menghiraukan dan bahkan tertawa melihat tulisan itu. Jalan yang benar-benar sepi, jauh dari tempat tinggal penduduk dan sangat jauh dari rumah sakit. Sepinya jalan membuat para pengendara melaju dengan kecepatan roket. Padahal telah ada teori, bahwa semakin tinggi kecepatan mengendarai maka akan semakin besar pula peluang terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan kematian.
              Pohon beringin berdiri kokoh, menjulang tinggi tepat di belokan jalan. Di bawah pohon berserakan kuburan di antara akar-akar yang menjalar ke permukaan tanah. Darah mengering di batang pohon, pecahan kaca berserakan dan bebrapa rongsokan kendaraan membuat angker jalanan menikung. Tikungan yang bisa membuat para pengendara membelok ke dunia akhirat. Sering juga bayangan hitam melintas secara tiba-tiba.
              Acong dan Kurti adalah dua anak manusia yang saling mencintai. Mereka telah menjalin cinta tujuh tahun lamanya, namun restu kedua orang tua belum membungkus hubungan mereka. Ayah Kurti tidak menyukai Acong karena tingkah laku dan style Acong seperti Bencong atau banci. Ibu Acong pun tidak suka sama Kurti yang tomboi atau bersifat kelaki-lakian. Acong pernah datang ke rumah Kurti untuk melamarnya tapi Ayah Kurti malah mem-bully Acong habis-habisan. Ketika Acong menyampaikan maksud kedatangannya, Ayah Kurti tertawa dan mengatakan ” Maaf Cong, saya tidak punya anak  laki-laki. Putriku mencari suami bukan mencari istri kayak kamu.”
              Acong tidak bisa berkata apa-apa, dia hanya bisa menangis dan pergi. Penampilan Acong memang bencong tapi mentalnya laki-laki banget. Dia ingin merubah semuanya. Dia berani mendatangi ustads dan meminta penjelasan.
              “Ustaz, apakah mendapat dosa jika memakai pakaian perempuan atau tingkah lakunya seperti perempuan?” tanya penasaran sambil mencabut bulu mata palsunya.
              “Iya, perbuatan itu akan mendapatkan dosa, sebagaimana Ibnu ‘Abbas radiallahu ‘anhuma berkata yang artinya: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” Jelasnya  
              “Ooooo, gitu yaa ustaz, terimakasih atas pencerahannya, saya mau tobat. Mulai besok saya pake hijab!” Cetusnya polos.
              Ustaz tepuk dahi dan mengucapkan istiqfar bertubi-tubi. Tasbihnya berputar kencang bagai roda ban motor Rossi. Dengan sedikit jengkel Ustaz bertanya
              “Kamu itu, akhwat atau ikhwan?”
              “Bukan Ustaz, saya temannya Iwan.”
              “Gerrr, maksud saya, kamu cowok atau cewek sih?” Tanya Ustaz ragu.
              “Saya cowok, namaku Acong. Asal ustaz tau, meskipun saya bencong tapi saya masih normal. Saya punya pacar.” Bentak Acong dengan menunjukkan kelaki-lakiannya yang sebenarnya.  
              Acong pergi meninggalkan ustaz dengan kesal dan jengkel. Mem-bully adalah kebiasaan yang bisa mengubah mental seseorang. Orang yang sering di-bully akan sering menyendiri, tidak percaya diri, mengorbankan perasaan, dan berkecil hati.
              Suatu malam Acong menunjukkan keberaniannya, dia mendatangi rumah Kurti. Motor Legenda warisan kakek yang setia mengantarnya sampai ke rumah Kurti. Seperti biasanya, Acong akan menarik seutas tali yang membuat lonceng di jendelah kamar Kurti berbunyi. Kurti membuka jendela dan melemparkan kertas yang beririsi pesan”Ambilkan saya tangga di belakang rumah.” Acong langsung menuruti yang diperintahkan oleh Kurti. Celana bola dan baju hitam oblong yang melekat di badan, Kurti mengambil motor Acong dan mengajaknya pergi. Acong bingung, apa yang akan dilakukan dan kemana Kurti mau pergi. Dahinya mengkerut hingga lekukannya membentuk tanda tanya.
              “Tunggu, kita mau kemana, kenapa kamu tiba-tiba seperti ini? tolong jelaskan kepadaku!” Tanya Acong penasaran sambil menahan motor dan mengambil kuncinya.
              “Saya tidak bisa jelaskan sekarang, demi cinta, kita harus bersama. Jika kamu masih ingin bersamaku. Tolong kamu harus ikut denganku sekarang juga, saya sangat sayang sama kamu. Kamu juga sayang kan sama saya. Jika kamu benar-benar sayang sama saya, kita harus pergi sejauh mungkin, sekarang!” Desak Kurti dengan menahan air matanya yang akan jatuh di pipi.
              “Cobalah jelaskan kepadaku, saya akan membawamu kemanapun kamu mau. Saya siap tulangku di jadikan perahu untuk menyebrangi samudra jika itu membuatmu merasa aman.” Ucap Acong meyakinkan.
             “Saya tidak mau berpisah dengan kamu, bawa saya pergi sejauh mungkin, walaupun sampai ke planet Venus. Ingin rasanya saya pindah dari dunia ini. Dunia yang bisa menerima cinta kita.  Orang tuamu tidak menyukai saya, orang tuaku tidak menyukai kamu namun di hati kita tumbuh rasa saling menyukai yang telah terikat dalam rana cinta. Besok, ada  orang yang akan melamarku, saya tidak mau berpisah dengan kamu!” Ungkapnya memegang tangan Acong.
Mereka berani meninggalkan segalanya. Ketika cinta meronta maka kekuatan manusia tak mampu menghentikannya. Acong ingin membawa Kurti ke rumah neneknya yang tinggal di gunung Lompo Battang. Cahaya lampu motor yang redup dan suaranya yang meraung-raung, namun kecepatannya lumayan tinggi Acong telah memasuki desa Balik Papan, dan akan melewati perbatasan antara desa Ujung Katinting dengan Balik Papan. Dua desa yang dibatasi oleh pohon beringin besar di tikungan tajam. Tikungan tajam setajam silet yang bisa memutuskan nyawa.
Motor melaju kencang, Kurti memeluk tubuh Acong dengan erat. Inilah taktik yang biasa digunakan para cowok ketika membonceng seorang cewek. Para cowok mengambil landasan teori, jika yang membonceng menambah kecepatan, yang dibonceng mengeratkan pegangan atau pelukan. Ini teori oleh para ahli MoDus (Modal Dusta).
Acong sangat senang dipeluk Kurti, ia pun menambah kecepatan laju motor. Meskipun yang bertambah hanya suaranya, lajunya tetap. Motor yang di gunakan kakek Acong dulu, untuk mendapatkan cinta nenek. Menurut mitos kakek, motor bisa jadi lem yang membuat cewek melengket. Mitos ini yang dipercaya oleh cowok zaman sekarang untuk mendekati cewek materialis. Dan ini sangat ampuh, dibandingkan jampi-jampi atau matra pemikat hati.
Acong tidak konsentrasi dan tegang, sehingga tidak melihat mobil sepuluh roda yang melaju berlawanan arah, berada dalam satu jalur. Dengan terpaksa, Acong lebih memilih lurus di tikungan. Motornya menabrak batu sehingga mereka terlempar. Terlempar ke pohon beringin. Namun tubuh Acong dan Kurti ditadah kayu runcing. Kayu runcing itu menusuk tubuh mereka hingga tembus seperti sate. Meskipun maut melepaskan nyawa mereka, tetapi  Kurti tidak melepaskan pelukannya dari Acong.
Cinta sejati sampai mati yang terpaku dalam hati dan saling menyayangi tiada henti, itulah cinta Acong dan Kurti. Memilih jalan silariang (kawin lari) ketika cinta tak direstui bukan solusi cinta sejati. Banyak orang tidak mengetahui jalan dan tujuan cintanya, sehingga cintanya membelok dan tak sampai pada tujuan.
Acong dan Kurti ingin sekali menikah, tetapi orang tua Acong menjadi samudra luas dan orang tua Kurti menjadi gunung menjulang yang menghalangi tujuan cinta mereka. Orang tua mereka baru menyesal setelah anaknya silariang dan meninggal di jalan akibat kecelakaan. Arwah mereka gentayangan karena keinginannya belum tercapai, yaitu menikah dengan restu orang tua. Kurti menjadi kuntilanak sedangkan Acong jadi pocong. Mereka menghantui orang-orang yang menghalangi cinta mereka dulu, dan orang yang lewat di jalan tikungan pohon beringin pencabut nyawa. Meskipun mereka gentayangan, tetapi masih sangat romantis. Mereka tetap menjalin hubungan dan saling menyayangi di dunia lain.
Suatu malam yang sunyi dan rembulan tak nampak, Pocong ingin melamar Kuntilanak di bawah pohon beringin yang suhu udaranya sangat dingin. Pocong kedinginan sehingga menghangatkan badannya dengan memeluk dada. Pocong tidak punya cincin untuk melamar Kuntilanak. Untuk moment yang lebih indah, Pocong meminta Kuntilanak untuk mengangkatnya ke atas pohon. Karena Pocong tidak bisa terbang, dia hanya bisa lompat-lompat. Meskipun sedang galau tak terhalau, sedih, marah, dan kecewa, Pocong tetap lompat-lompat.
Di atas pohon beringing, Pocong menyuruh Kuntilanak untuk membuka tali pocong bagian kepalanya, kemudian dibentuk menjadi cicin. Cincin yang terbuat dari tali pocong terikat di jari manis Kuntilanak. Setelah Kuntilanak memakai cincin pemberian Pocong, dia meminta satu permintaan.
“Karena kamu telah mengikatku dengan cinta, saya ingin kamu peluk diriku!” Pintanya dengan membentangkan tangan.
“Maaf sayang! Saya tidak bisa karena kita bukan muhrim. Dan saya juga tidak bisa karena tanganku terikat. Kalau ikatannya dibuka, nanti kain kafanku  melorot. Sabar yaa, sayang! Nanti kalau kamu sudah halal untukku, saya akan memeluk kamu. Sekarang, bagaimana cara kita mendapatkan restu orang tua?” tanya Pocong meminta solusi.
“Saya akan memanggil persatuan- persatuan setan yang lain, yaitu KuCinBer (Kuntilanak Cinta Bersih), KoTuGon (Komunitas Tuyul Gonrong), PerGenAKer (Persatuan Genderuwo Anti Kekerasan), dan KuPocAKor (Kumpulan Pocong Anti Korupsi) untuk melakukan demo. Merasuki penduduk Desa untuk melakukan protes kepada Orang Tua kita.” Tegas Kuntilanak.
Hal itupun terjadi, semua penduduk melakukan demo kepada orang tua Kurti dan Acong serta Kepala Desa. Mereka menuruti kemauan warga yang kerasukan untuk membawa Penghulu ke kuburan Acong dan Kurti. Di kuburan, Kurti dan Acong dinikahkan lewat perantara orang yang kerasukan setan Kurti dan setan Acong.
Akhirnya Pocong dan Kuntilanak pun hidup bahagia dan mereka mempunyai keturunan KuPon, kuntilanak Pocong. Pocong yang bisa terbang. 

Cerpen - Demonstran Seumur Hidup


Demonstran Seumur  Hidup
(Oleh : Abd. Rahman)

              Mahasiswa selalu diharapkan untuk menjadi manusia-manusia yang tangguh dan berakhlak mulia. Karena mahasiswa merupakan aset, cadangan dan harapan bangsa yang mendapat peranan untuk menjaga niai-nilai masyarakat. Mampu membawa perubahan. Mengapa mahasiswa harus mampu membawa perubahan? Karena perubahan itu sendiri merupakan harga mutlak dan pasti akan terjadi walaupun kita diam. Bila kita diam secara tidak sadar telah berkontribusi dalam melakukan perubahan, namun perubahan yang terjadi akan berbeda dengan ideology yang kita anut dan kita anggap benar.
Perubahan merupakan sebuah perintah yang diberikan oleh Allah swt. dimana dijelaskan bahwa suatu kaum harus mau berubah bila mereka menginginkan sesuatu keadaan yang lebih baik. Lalu berdasarkan hadis yang menyebutkan bahwa orang yang hari ini lebih baik dari hari kemarin adalah orang yang beruntung, sedangkan orang yang hari ini tidak lebih baik dari kemarin adalah orang yang merugi. Oleh karena itu betapa pentingnya arti sebuah perubahan yang harus kita lakukan.
Itulah peranku sebagai mahasiswa. Aku tidak ingin hukum di negara ini seperti pisau yang tumpul keatas, tajam kebawah. aktif diberbagai komunitas dan organisasi, baik organisasi fakultas, universitas maupun di luar universitas. Menjadi ketua komunitas dan di organisasi Universitas Merah Putih.
Sevent elevent .Berangkat jam tujuh pagi, pulang jam sebelas malam.  Hampir enam belas jam setiap hari, Aku menghabiskan waktu di kampus. Seperti orang kantoran. Sepulang  kuliah melakukan diskusi-dikusi Mahasiswa. Membahas tentang penomena-penomena Fakultas, problematika Kampus, kasat kusut negara, bahkan gejolak-gejolak di luar negara.
Hati terasa gatal membiarkan penguasa melempar kebijakan yang bisa membuat kepala pecah dan tulang-tulang tak berbalut daging. Aku sangat memahami keluh kesah rakyat miskin. Rumah peninggalan nenekku yang diobrak-abrik Satpol PP tiga tahun lalu, memendam kekecewaan. Sang Ayah supir angkot, dan Ibu penjual kue keliling. Suasana dan lingkungan pemanggil jiwa kepedulian.
Membawa segumpal harapan dari kampung. Dengan tujuan ingin merubah perekonomian keluarga kedepannya dan mengangkat status keluarga atau strata sosial. Doa-doa yang terucap di sujud terakhir dalam sholat sepertiga malam.
“Yaa, Allah berikanlah anakku keselamatan, kesehatan, kekuatan, kesuksesan, dan kebahagian serta jauhkanlah dirinya dari segala marah bahaya.” Terlantum dalam setiap doa orang tua kepada anaknya.
***
Komunitas Cinta Anak Jalanan. Aktivitas yang tidak menghasilkan materi, tetapi melihat sebongkah senyum mereka, rasa bahagia sudah didapat. Mereka yang butuh lambaian tangan dan sedikit perhatian atas perikemanusiaan. Berbagi nasi dan mereka lahap memakannya di bawah kolom jembatang dekat sampah-sampah terbungkus kantong. Turun ke jalan melakukan penggalangan dana untuk orang-orang kolom jembatan dan sesekali memetik gitar,di dalam bus menuju kampus, segenggam uang receh untuk orang-orang karpet kardus.
              Hari ini pembongkaran gubuk-gubuk kumuh di pinggiran kota. Ibu meraung menangis dipaksa keluar, barang-barang dilempar bertaburan. Polisi dengan warga adu dorong dan adu mulut. Rakyat miskin pinggir kota diporak-porandakan bagai kambing yang diburu keluar dari kandang. Mereka dianggap perusak pemandangan kota. Puluh ratusan rakyat harus meneteng barang dan memandangi gubuk-gubuknya dirobohkan.
              Mahasiswa serasa terpanggil dan terpukul dengan perlakuan sang penguasa yang semena-mena. Rakyat adalah sel-sel negara dan pemerintahan. Tubuh akan mati jika sel-sel dimatikan.
“Mana hati nuranimu? Membongkar rumah mereka dan mengusirnya seperti binatang tanpa perikemanusiaan dan keadilan, ” teriakku menggelegar berdiri diantara tumpukan ban menyala-nyala.
“Hidup Mahasiswa!” nikkan kepalan tangan.
“Hidup!”  Balas kawan yang sepakat jalan bersama.
“Hidup Rakyat!”
“Hidup!”
“Hidup Rakyat!”
“Hidup!”
“Hidup Rakyat!”
“Hiduuup!”
“Jangan menelantarkan saudara kami! Kolom-kolom jembatan sudah penuh, apakah kau tega saudara kita beratap langit dan beralas tanah? Mereka butuh saluran tangan bukan pukulan tangan.” Orasi di pinggir jalan. Perisai berdiri mengawasi dan mengelilingi mahasiswa.
              Tak disangka-sangka, ada seorang tak bertanggung jawab yang melepaskan busur ke polisi dan mengenai dada bagian kiri polisi itu. Suasanpun memanas, hingga terjadi cekcok antara polisi dengan mahasiswa. Aku juga emosi melihat pukulan rotan yang dilakukan polisi terhadap mahasiswa, mereka menyeretnya seperti menyeret kantong sampah. Saling kejar-kejaran dan lempar batu antar keduanya tak terbendung, walaupun beberapa kali tembakan peringatan kearah langit dilakukan. Lima jam bergelut dalam ricuh, peralatan dan pasilitas jalan hancur rancuh.
“Maju!” Teriakku didepan.
“lempar. Lempar, jangan takut!” Intruksiku berani.  Melihat polisi lengah, kami maju terus. Setelah beberapa meter berhasil memukul mundur polisi. Tak terduga, kuterbelalak melihat bantuan polisi yang begitu banyak, muka mereka seram-seram, mirip preman. Satu banding sepuluh, bisa mati konyol kalau masih bertahan.
“Mundur! Semuanya mundur.” Teriakku dengan berjalan pincang. Lutut kananku terkena lemparan. Kami dipukul mundur hingga masuk ke kampus, banyak fasilitas dan taman kampus yang rusak. Ricuh berakhir jam satu malam setelah tentara-tentara datang mengamankan.
***
Banyak pengendara yang berdarah-darah terkena lembaran kesasar. Bahkan ada yang dipukuli polisi yang dikira mahasiswa penyebab ricuh. Kaca-kaca mobil dan jedela bangunan pecah. Banyak Mahasiswa yang ditangkap dan polisi juga tidak sedikit yang mengalami luka-luka. Bahkan beberapa penjual batu akik pinggir jalan mengalami kerugian besar, batu akiknya dipakai melempar. Selain batu akiknya habis dilempar dia juga kena lemparan.
Berita pagi ini membuatku serasa telingaku tertusuk kawat panas mendengar tiga korban akibat bentrok tadi malam. Seorang polisi, pengendara , dan satu orang mahasiswi meninggal dunia. Polisi itu adalah ayah temanku, yang supir dan mahasiswi meninggal di atas mobil angkot. Mahasiswi duduk di dekat supir. Mereka meningggal karena kepalanya kena batu. Sungguh hal yang kusesali dan tak kuinginkan, mahasiswi yang meninggal adalah pacarku, Mita. Aku tidak tau harus menyalahkan siapa. Aku sangat terpukul. Pukulannya sakit sekali melebihi pukulan para polisi. Sejak kejadian itu, aku tidak pernah demo lagi hingga aku diwisuda.
Di tahun 2014, saat umurku telah mencapai 35 tahun, aku terpilih sebagai presiden. Saat aku menduduki kursi, teringat olehku tentang diriku yang selalu protes terhadap pemerintah. Sekarang aku telah menjadi kepala kepemerintahan. Maka apa yang telah aku lakukan dimasa lamapau, selalu peduli kepada masyarakat bawah, tolak BBM naik, dan menolak kebijakan pemerintah yang meresahkan rakyat, saya harus menjadi  demontran seumur hidup. Mendemo kepada diriku sendiri yang telah menjadi pemerintah jika aku mengeluarkan kebijakan yang bisa meresahkan rakyatku

   

Cerpen - Cinta Satu Kelas


Cinta  Satu Kelas  
(Oleh : Abdul Rahman)
Primadona kelas yang disukai dan dikejar-kejar kaum adam baik senior,  junior dan teman sekelasnya. Mustika yang berasal dari Jakarta Kuliah di Makassar memiliki kecantikan yang seperti Sinderella. Kulit putih, mata sedikit sipit, rambut bergelombang, bodinya mirip gitar spanyol,  dan lesung pipi menenyempurnakan kecantikannya yang tiada tara.  Selain wajahnya cantik, Mustika juga cewek yang  pintar. Mustika sering mengikuti lomba fesion show dan selalu mendapat juara satu. Wajar saja banyak sekali laki-laki yang mengagumi dan menyukainya.
Banyak laki-laki yang menggoda Mustika setiap hari, terutama teman sekelasnya. Tapi Mustika hanya dekat dengan seorang laki-laki di kelasnya, yang bernama Dion. Dion duduk di kursih paling pojok belakang. Dion sangat tampan dan juga banyak disukai cewek-cewek. Dion memang berteman dekat dengan Mustika, tapi dia tidak pernah memperlihatkan rasa sukanya kepada Mustika. Teman sekelasnya mengira mereka pacaran kerana mereka sering jalan bersama dan memang telihat sangat cocok. Tapi mereka membatah ketika mereka ditanya.
“Cieee, Dion. Kamu pacaran ya, sama Mustika? Kamu sering jalan berduaan dengan Mustika, kalian romantis dan serasi sekali. Kalian sejak kapan pacaran?” Tanya salah seorang cewek yang duduk di dekat dan mencolek-coleknya.
“Usss, jangan fitnah! Kami sama sekali tidak pacaran. Saya dan Mustika hanya berteman. Dia dekat dengan saya karena hanya saya laki-laki yang tidak pernah menggoda, merayu-rayu atau membuli dia. Dan dia dekat dengan saya supaya semua cowok mengira kalau kami pacaran. Ini permintaan dia supaya laki-laki tidak selalu mengganggunya.” Bantah Dion memperjelas.
“Oh, gitu yaa. Kenapa kamu tidak mengajak Mustika pacaran aja? Supaya kamu benar-benar ikhlas menjaganya.” Tanya cewek itu lagi setengah berbisik.
“Kamu kan juga tau kalau Mustika tidak ingin pacaran karena Dia ingin focus kuliah. Dia juga pernah bilang kepadaku kalau dia tidak ingin punya pacar sekelasnya.” Jelas Dion.
“Saya juga tau kalau Mutika tidak ingin pacaran dengan teman sekelasyanya. Kamu tau tidak, alasanya kenapa Mutika tidak mau pacaran dengan teman sekelasnya?”
Dion belum sempat menjawab, dosen filsafat telah masuk. Mereka cepat-cepat merapikan tempat duduknya karena hari ini mereka ujian tengah semester. Dion tidak melihat Mustika ada di ruangan padahal soal ujian sudah dibagi. Waktu sudah berjalan sepuluh menit, tapi Mustika belum juga datang.
“Assalamu alaikum, maaf Pak! Saya terlambat karena di jalan terjebak macet.”  Jelas Mustika meminta maaf.
“Silahkan duduk! Ini soal ujianmu.” Kata Bapak dosen filsafat sambil memberikan soal.
Mustika mencari kursi yang kosong, namun dia tidak menemukan kursi kosong. Mustika sangat malu dan bingung. Teman-teman memandanginya. Dion tidak tega melihat Mustika seperti itu, dia pun berdiri dan menyerahkan tempat duduknya.
              “Kamu duduk di sini saja! Biar saya yang ambil kursi di ruangan sebelah.” Kata Dion membereskan barang-barangnya. 
              Mustika berterima kasih ke Dion yang telah menolongnya. Dion meminta izin ke dosen untuk keluar mengambil kursi.
              Jarum jam menunjukkan pukul 11:30, berarti waktu untuk mengerjakan soal ujian telah habis dan sekarang waktunya istrahat. Mustika memanggil Dion pergi ke kantin makan bersama. Mereka memesan makanan Coto Makassar. Mustika asli orang Jakarta sangat suka makanan khas Makassar. Dion ditraktir oleh Mustika sebagai ungkapan terima kasihnya terhadap yang telah  Dion lakukan kepadanya tadi pagi. Dion tidak bisa menolak pemberian Mustika karena Mustika juga tidak pernah menolak semua pemberian Dion. Persahabatan mereka memang sangat romantis, banyak laki-laki yang membenci Dion karena dia sangat dekat dengan Mustika.
              Ketika Dion ingin pulang dan mengambil motornya di tempat parkir. Ada tiga orang laki-laki gonrong yang menutup  sebagian mukanya, tiba-tiba menggebuki Dion hingga babak belur. Dion sempat melawan, namun salah seorang laki-laki itu menikam Dion dengan badik. Dion pun tergeletak tak berdaya dan tak sadarkan diri. Mereka kabur dan meninggalkan Dion yang tak lagi bergerak di tempat parkir.
              Mustika yang baru selesai latihan menari dan ingin pulang, dia menuju ke tempat parkir, kebutulan motornya berdekatan dengan motor Dion. Mustika sangat terkejut ketika melihat tubuh Dion tegeletak dan berlumuran darah di dekat motornya. Mustika pun berterik-teriak meminta pertolongan. Pertolongan datang setelah dia berlari ke pos sekuriti memita tolong. Mobil Ambulance datang dan membawa Dion ke rumah sakit. Mustika ikut membawa Dion, dia memegang kepala dan tangan Dion, dia terus menangis dan berdoa.  Sampai di rumah sakit Dion dimasukkan ke ruangan UGD. Dokter langsung menangani Dion dan dia mengatakan bahwa Dion banyak mengeluarkan darah sehingga membutuhkan  donor darah yang golongan darahnya sama. Mustika yang masih ada di rumah sakit itu mengajukan diri karena dia sama golongan darahnya dengan Dion. Seorang perawat membawa Mustika ke ruangan untuk diambil darahnya.
              Dua hari Dion tidak sadarkan diri. Ibunya sangat menghawatirkan keadaannya. Bapak dan Ibunya yang juga dosen di universitas swasta, menuntut agar Rektor Universitas tempat Dion kuliah agar memberi hukuman kapada pelaku yang telah menikam Dion, selain itu orang tuanya juga akan memindahkan Dion kuliah ke luar negri. Keputusan orang tua Dion sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat, terutama ibunya yang sangat menginginkan Dion untuk dipindahkan.
              Dion telah sadarkan diri,Ibu menghampirinya dan menanyakan keadaannya.
              “Kamu udah baikan, Nak? Gimana perasaanmu sekarang?” Tanya Ibu khawatir.
              “iya, Bu. Alhamdulillah, saya sudah baikan.” Bangun dari tempat tidur.
              “Ibu sangat khawatir kepadamu, ibu tidak bisa lagi melihat kamu terus dianiaya. Pokoknya, kalau kamu ingin melihat ibumu ini tenang dan tidak khawatir lagi. Ibu ingin memindahkan kamu keluar negri. Kamu setujukan Dion?” bujuk ibu memasang muka kasihan.
              “Baiklah bu, jika itu yang membuat ibu merasa lebih senang dan bahagia, Dion akan melakukan semua kemauan Ibu.” Dion menghela nafas.
              Sore harinya Mustika dan teman-teman yang lain datang menjenguk Dion. Dion yang terbaring menyambut mereka dengan senyum. Mereka meletakkan bawaanya di meja dekat Dion. Mustika duduk di dekat Dion.
              “Bagaimana keadaanmu sekarang,?” Tanya Mustika sedikit khawatir.
              “Saya semakin membaik, dan mungkin sebentar jam lima sore, saya sudah bisa pulang. Terimaa kasih ya! Kalian telah datang menjengukku. Ada yang sulit tapi harus saya sampaikan ke kalian. Saya sangat tidak ingin berpisah dengan kalian, kalian sahabatku yang telah kuanggap sebagai saudaraku.” Ungkap Dion sedih. Mata Dion berkaca-kaca menatap teman-temannya satu per satu.
              “Apa yang terjadi Dion? Mengapa kamu berkata seperti itu?” Tanya Mustika bingung dan kaget mendengar ucapan Dion.
              “Orang Tuaku memindahkan saya, mereka menginginkan saya kuliah diluar negri. Saya tidak bisa menolak karena saya telah berjanji untuk selalu membuat mereka bahagia. Saya anak satu-satunya tidak ingin mengecewakan mereka.”  Jawab Dion dengan matanya yang semakin berkaca, “Ada satu lagi yang ingin saya sampaikan, ini tentang perasaanku.” Dion memegang tangan Mustika yang ada di dekatnya.
              “Sebelum saya jauh, saya ingin kamu tau tentang perasaanku selama ini kepadamu Mustika. Perasaan yang lama telah saya pendam sejak kita MaBa (Mahasiswa Baru). Saya sebenarnya ingin sekali mengungkapannya, tapi saya tahan ketika kamu bercerita tentang cinta pertamamu waktu SMA. Kamu yang telah disakiti oleh pacarmu yang satu kelas denganmu, hingga kamu sampai sekarang trauma dan tidak mau lagi pacaran dengan laki-laki satu kelasmu. Perasaan ini telah sangat lama saya pendam.  Perasaan nyaman berasamamu, bahagia bersamamu, tenang di dekatmu, perasaan kalau sebenarnya saya menyukaimu Mustika. Saya tidak ingin saat saya sangat jauh darimu dengan memendam perasaan ini. Perasaan yang telah mampu membuat saya bertahan selama ini, meskipun saya sering dibuli, disiksa dan dianiaya. Rasa cinta ini mengalir bersama darahmu memberiku hidup. Saya ingin kamu dekatkan cintaku di hatimu meski jiwa ini jauh darimu.
 “Maukah kamu menerima cintaku, Mustika?” Tanya Dion menatap Mustika yang matanya berlinang air mata. Air mata yang keluar mendengar cinta tulus Dion. 
“Iyaa, saya terima cintamu. Saya akan menunggu jiwamu dekat bersama cintamu di hatiku.” Susana haru di ruangan itu. Dion mencium kening Mustika. Sekian.
Bantaeng, 15 Juli 2015

Cerpen - ketika rindu berbuah benci


 Ketika Rindu Berbuah Benci  
(Oleh : Abdul Rahman)
              Tepat pada hari Senin tanggal 11 Januari ini adalah ulang tahun pernikahan kami yang ke-11. Aku sangat bersyukur mempunyai suami yang sangat setia dan soleh seperti Mas Yusuf. Mas Yusuf yang banyak menghabiskan waktunya sebagai imam mesjid dan guru mengaji. Mas Yusuf yang sebagai pemimpin keluarga, orangnya sangat sabar dan selalu bersyukur, meskipun penghasilannya yang pas-pasan. Setiap tengah malam dalam sholat Tahajjud kami, selalu terpanjatkan doa,”Ya Allah, ya Rahman, ya Rahim ya tuhan kami, berikanlah keluarga kami ini kesehatan, kekuatan, keimanan, keluarga yang tetap selalu sakinah dan kesuksesan serta jauhkanlah kami dari segala marah bahaya dan musibah yang akan menimpa.”
              Kami cukup bahagia dengan keadaan seperti ini, namun seiring berjalannya waktu dan lahirnya buah hati kami yang kedua, membuat kami kesusahan memenuhi beberapa kebutuhan hidup. Kami juga ingin  menyekolahkan anak kami dan memenuhi kebutuhan gizi mereka.  Kami memang tidak mementingkan harta dunia dalam hidup, tapi hidup di dunia ini akan  membutuhkan uang, harta dan penunjang hidup lainnya. Jika hanya Aku dan suamiku yang hidup dalam kemiskinan, itu tidak ada masalah, tapi anak-anak kami butuh hidup yang layak. Aku tidak ingin mereka juga ikut menderita.
              Hingga suatu hari, Aku meminta suamiku untuk mencari pekerjaan lain. Mencari pekerjaan di kampung gersang dan terpencil ini sangat sulit. Penduduknya telah banyak yang keluar negeri menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Aku sebenarnya tidak tega menyuruh suamiku juga keluar negeri untuk mencari pekerjaan. Melihat tetanggaku yang sudah banyak hidupnya sejahtera setelah keluar dari kampung ini mencari pekerjaan. Suamiku memang tidak punya banyak pengalaman kerja, namun dia tetap memutuskan untuk pergi ke Malaysia.
              “Bu, saya pergi dulu, jaga dirimu dan anak-anak dengan baik dan doakan saya semoga bisa berhasil di negeri orang! Jika saya telah mendapat pekerjaan, saya akan secepatnya mengirim uang untuk kebutuhan Ibu dan anak-anak.” Ucap suamiku mengecup keninggku.
“Iya Mas, tapi kamu juga harus jaga dirimu baik-baik.” Kupeluk suamiku dengan erat, air mata mengalir di pipiku. Lambaian tangannya semakin lama semakin tak tampak dari kejauhan di mobil Bus itu. Aku memeluk anak-anakku dan kucium mereka berdua. 
              Aku dan suamiku yang selama ini selalu bersama, sekarang dia pergi jauh. Aku berharap semoga Allah selalu melindunginya. Suamiku yang selalu membangunkan aku setiap tengah malam sholat Tahajjud bersama. Kasih sayangnya yang tidak pernah putus dan kelembutan cintanya yang selalu diberikan kepadaku. Suami yang tidak pernah memarahi dan menyakiti Aku, meskipun Aku selalu mengecewakannya.
              Berhari-hari kulalui hidup tanpa suami di sisi, rasanya tiap detik waktuku disapa rindu. Keadaan dan perasaan ini mengajarkan Aku sebuah teori, semakin jauh jarak pemisah, maka semakin kuat pula tarikan rindu dan semakin lama waktu bertemu, maka semakin berat rasa rindu.  Obatnya hanya satu yaitu pertemuan, namun kabarnya sedikit menepis rindu yang  semakin membesar. Dia sudah bekerja di kebun kelapa sawit. Suamiku mengirim uang sebesar satu juta rupiah. Aku sangat bersyukur. Akan kugunakan uang ini untuk kebutuhanku dan anak-anakku.
              Suamiku sering sekali mengirim uang untuk kami, dia mengirim uang tiga kali sebulan, dia bahkan pernah mengirim uang sangat banyak, sekitar lebih sepuluh juta. Aku sedikit tidak percaya dan heran, apa pekerjaan suamiku dan dimana dia mendapatkan uang sebanyak itu di Malaysia. Belum cukup dua tahun, suamiku telah mengirim uang sebanyak dua ratus juta. Setelah Aku teliti, dan mempertanyakan ke orang yang waktu itu pergi bersama suamiku. Orang itu awalnya tidak mau cerita, tapi Aku terus membujuk sehingga dia mau menceritakan yang dilakukan suamiku di sana.
Aku sempat kaget, lemas tak percaya mendengar yang dikatakan orang itu tentang suamiku, dia bilang kalau suamiku telah menikah dengan seorang janda satu anak. Janda itu adalah pemilik kebun kelapa sawit tempat suamiku bekerja. Dia sangat kagum dengan perilaku suamiku sehingga jatuh cinta dan mengajak suamiku menikah. Suamiku tidak menolak karena dia tidak ingin melihat kami kekurangan atau hidup miskin.
Suami yang sangat aku rindukan setiap detik, yang sangat aku cintai dan sayangi. Masih pantaskah Aku rindukan suamiku yang juga telah menjadi suami orang lain?

Cerpen - Impian Anak Buruh Nelayan


Impian Anak Buruh Nelayan 
( oleh Abd. Rahman  )
              Aku harus bangun dari tidurku untuk membuat mimpiku jadi kenyataan. kuliah di Perguruan Tinggi Negri adalah mimpi semua siswa kelas tiga SMA yang ada di setiap khayalan dan angan-angan mereka. Ketika teman-teman asyik mengutarakan universitas favoritnya dan jurusan yang akan mereka pilih, Aku hanya bisa membisu ketika segelintir pertanyaan akan lanjut kuliah atau tidak, mau kuliah di mana dan pilih jurusan apa. Pertanyaan yang benar-benar sulit untuk menjawabnya karena rumus penyelesaiannya belum Aku ketahui. Jangankan lanjut ke perguruan tinggi, uang transportasi untuk ke sekolah saja harus meminjam sama tetangga . Setiap pagi Ibuku  harus  mengetok pintu rumah tetangga hanya untuk meminjamkan uang Rp4.000 ( empat ribu rupiah ) sebagai uang transportasi ke sekolah. Terkadang Ibuku mendatangi tiga sampai lima rumah tetangga baru mendapatkan uang pinjaman. Kalau Ibu mendapat uang, Ibu selalu mengambilkan tas sekolahku yang di dalamnya telah dimasukkan uang yang hanya cukup untuk sewa angkot ke sekolah.
 Lima suap nasi, beberapa butir garam dan banyak minum air sudah bisa membuat perut ini bertahan hingga jam dua siang. Sedih rasanya, ketika ku harus melepas seragam sekolahku saat Ibu tidak mendapatkan uang sewa angkot ke sekolah. Tas aku simpan dan sabit aku ambil lalu pergi ke kebun membantu Bapak mencari makanan kambing. Tak ingin Aku melihat dua tiga orang datang menagi utang – utang Ibu. Ibu banyak utang pasti karena Aku. Hingga kuputuskan untuk bekerja supaya bisa memebantu melunasi utang – utang ibuku, bagaimanapun caranya yang penting halal. Hanya ada satu pekerjaan yang tidak bersamaan waktu sekolahku yaitu jadi buruh nelayan di Pelelangan ikan Birea. Waktu kerjanya mulai jam 10:30 malam sampai jam 06:30 pagi. Pekerjaan yang sangat mengerikan dan penuh resiko tinggi.
Malam gelap sunyi sepi tanpa cahaya bulan dan lampu jalan, Aku berjalan dengan kaki telanjang , ember dan senter di tangan, dan sarung terikat di pinggang. Aku telusuri lorong-lorong, jalan raya, dan pantai bersama temanku Resky. Resky anak yang tegar telah merasa dirinya yatim piatu karena kedaua orang tuanya pergi meninggalkannya. Ibunya pergi ke Malaysia bersama laki-laki dan menikah di sana sedangkan ayahnya juga pergi bersama perempuan selingkuhannya ke Mamuju. Kini tinggallah dia seorang diri bersama neneknya. Untuk bertahan hidup dan merawat neneknya, Resky ikut bersamaku pergi tilarak ( buruh nelayan ) di Birea.
Banyak yang menakutkan dan membahayakan yang harus kami lewati setiap malam-malam sunyi. Di lorong-lorong, anjing-anjing hitam mata menyala selalu menghadang dan menggonggong bahkan sering mengejar kami plontang-planting. Aku tak pernah melepaskan genggaman tangan Resky dan kubawa berlari.  Kecepatan lariku saat itu bisa mengalahkan kecepatan lari para atlet. Pagar tinggi pun bisa kulompati.  Bukan hanya itu rintangan yang harus kami lewati, kami harus  menunduk dan membaca doa-doa dan surah pendek yang kami hafal ketika melewati kuburan yang masih tercium bau bunga-bunga dan lilin yang masih menyala di atas permukaan kuburan. Aku membaca surah Annas dan Resky hanya bisa mengucapkan bismillah dan memberi salam sambil memegang erat tanganku. Aku takut sekali, takut kalau salam Resky ada yang jawab. Melewati kuburan , menulusuri pantai melawan angin malam menjauhi ombak besar yang menghempaskan dirinya kebatuan. Langkah kaki kami harus hati-hati karena ada bom yang ditanam di dalam pasir setiap paginya orang-orang yang tinggal di dekat pantai. Karena mereka menjadikan pantai sebagai WC terluas. Mereka menggali lubang kecil dan buaker  ( buang air keras ) di lubang itu, setelah itu di timbung mirip cara kucing kalau lagi buang kotoran. Sehingga banyak orang yang jalan-jalan di pinggir pantai menginjak ranjau-ranjau itu.
Tidur di pinggir pantai tanpa alas hanya sarung membungkus badan dan kepala dimasukkan ke ember supaya pasir-pasir tidak masuk ke telinga. Suara kapal-kapal nelayan membangunkan dari nyenyak tidur kami.
“ Risky bangun, kapal sudah mendekat, ambil embermu. Tugasmu hanya mengambil air laut, pergi membeli es batu dan memecahkan es batu kalau ada pedagang ikan yang menyuruhmu.” Perintahku sambil mengoyang-goyangkan badan Resky.
“ Kalau kakak, mau ngapain dan kenapa buka baju?” tanyanya penasaran sambil membersihkan air liur di pipihnya.
“ Aku mau mengangkat ikan dari kapal ke daratan,kalau kapal itu sudah mendekat Aku harus berenang ke kapal untuk menaruh emberku di keranjang sebagai tanda kalo ikan di tempat itu Aku yang angkat. Lihat, puluhan orang sudah berendam di air dan siap berlomba menuju ke kapal untuk menaruh embernyadiatas keranjang. Jadi,  kalau aku terlambat, aku tidak akan dapat mengangkat ikan.” Jelasku.
“Pluuungg!” Aku melompat dari atas dermaga dan membawa ember yang kujadikan pelampung. Kapal masih berada sekitar tiga ratus meter dari dermaga. Banyak orang dan para dokter mengatakan kalau mandi pada malam hari akan mendatangkan penyakit karena pori-pori kulit terbuka. Aku tidak mandi malam, tapi berendam dan berenang mulai jam 12:00 malam sampai pagi. Ombak besar dan kencangnya angin malam di laut tidak menjadi penghalang untuk mendapatkan sepuluh ekor ikan setiap sekali angkat keranjang. Sepuluh ekor ikan yang bisa Aku jual lima ribu rupiah. Mengangkat ikan yang beratnya sama dengan dua galon air ke daratan yang berjarak kurang lebih lima puluh meter. Yang sangat menyiksa ketika air laut surut, jaraknya bisa mencapai ratusan meter. Badan mandi air ikan dan punggung berdarah teriris bambu keranjang, itu tidak apa-apa yang penting aku bisa menyelesaikan sekolah tanpa membebani orang tua dan bisa mengurangi beban mereka. Pagi-pagi sekali, Aku dan Resky menjual ikan kami di lorong-lorong kampung dan tetangga, sisanya kami bakar dan makan bersama.
Aku mandi sangat lama hingga setengah jam lebih tetapi bau ikan di badanku tidak hilang. Teman-teman di kelas tidak mau duduk berdekatan karena Aku bau ikan. Aku tidak malu dengan badanku yang bau ikan dan temanku yang memanggilku penjual ikan tetapi Aku akan sangat malu jika harus putus sekolah. Berhenti sekolah karena tidak punya biaya adalah sangat memalukan buat Aku. Akan Aku gores sebuah sejarah bahwa anak seorang buta huruf juga bisa dan mampu sekolah. Kalau Aku punya orang tua buta huruf, Aku tidak mau anak-anakku punya orang tua seperti Aku yang pendidikannya rendah.
Diriku dengan setumpuk harapan kucoba sampaikan ke orang tuaku keinginanku untuk kuliah.
“ Bu, pak saya mau sekali kuliah.” Harapku
“ Tapi bapak tidak punya uang nak, barang-barang yang bisa kita jual juga tidak ada. Kita hanya punya kambing dua ekor dan aku rasa itu tidak cukup. Jadi kalau kamu berharap kami bisa menguliahkanmu, kami tidak mampu melakukan itu, bapak minta maaf,nak.” Ucap bapakku sedih.
“ Kami hanya bisa membantu kamu dengan doa, kami hanya berharap Allah membukakan jalan untukmu.” Kata ibu meneteskan air matanya sambil mengusap-usap kepalaku dan memelukku.
“Iya tidak apa-apa bu, bapakku benar. Aku sudah sangat bersyukur jika kalian hanya bisa membantuku dengan doa.” Ucapku dengan tegar.
  Aku harus bisa membuat sebuah jalan menuju mimpiku. Mimpi bisa kuliah di Perguruan Tinggi Nengri.  Mengurus beberapa beasiswa salah satu jalannya. Aku mengurus beasiswa lebih dari satu, termasuk salah satunya yaitu Bidik Misi dan Etos. Kesana kemari menyiapkan berkas dan persyaratan. Surat penghasilan orang tua, surat keterangan tidak mampu, dan lain-lainnya. Subhanallah, Allah memberikan hasil bagi orang-orang yang berusaha dan memberikan kemudahan setelah kesulitan. Allahamdulillah ucapan syukurku yang tak terukur kepada Allah, aku diterima di Perguruan Tinggi Negri Universitas Hasanuddin dan lolos sebagai penerima  beasiswa Bidik Misi.
Peluang yang tak terulang, kesempatan harus di manfaatkan. Menabung uang hasil jual ikan selama dua minggu untuk biaya ke Makassar hanya mampu mengumpulkan uang sebesar seratus lima puluh ribu rupiah. orang tuaku hanya mampu memberiku uang seratus ribu rupiah  dan beras lima liter. Ke Makassar hanya modal nekat dengan membawa uang sebanyak dua ratus lima puluh ribu rupiah adalah semangatku ingin untuk kuliah.
Di Makassar numpang di kost teman selama pendaftaran ulang di Unhas karena uangku tidak cukup sewa kost. Setelah seminggu tinggal di kost temanku, pemilik kost mengetahuinya dan  memangilku. Dia membawaku di sebuah kamar kosong dan bertanya kepadaku.
“ Siapa namamu dan siapa yang memberimu izin numpang di kost ini?” tanya dengan tatapan sinis dan tajam.
“ Ra…Ra..Rahman pak. Maaf pak, Aku numpang di kost bapak untuk sementara”. Jawabku gugup
“Kamu tidak boleh numpang disini, kost ini hanya untuk satu orang. Kamu harus ambil satu kamar. Kamu hanya bayar tujuh ratus ribu rupiah saja sebagai uang panjarnya. Kalau tidak, silahkan angkat barangmu dan pergi.” Tegasnya
“Tapi pak, aku belum punya uang, aku juga menunggu pengumuman beasiswa. Jika aku lulus, aku akan tinggal asrama. Jadi tolonglah pak, izinkan aku numpang beberapa hari lagi.” Pintaku penuh harap
“Tidak bisa kamu numpang lagi disini. Jalan satu-satunya adalah kamu harus ambil satu satu kamar atau pergi dari sini. Bagaimana kalau kamu tidak lulus beasiswa itu,apakah kamu akan terus numpang di sini. Berapa uang yang kamu punya?” tanyanya tegas.
“ Aku hanya punya uang seratus lima puluh ribu rupiah, pak. Bisakah aku mendapatkan satu kamar dengan membayar seratus ribu rupiah dulu ?.Jika aku tidak lulus beasiswa itu aku akan melanjutkan sewa kost disini dan menambah uang ini.” Pintaku sambil menyodorka uang seratus ribu.
“ Oke, uangmu saya ambil. Kamu bisa ambil kamar yang di ujung dekat WC itu. Kamar itu sudah lama tidak ada yang mau menghuninya. Jadi kamu bersihkan dulu. Dan ingat jika satu minggu kamu tetap tinggal di sini itu berarti kamu menyewa kamar itu dan kamu harus tambah uang ini enam ratus ribu.” Katanya sambil memberikan kunci kamarnya.
“ Terimah kasih pak, bapak mau memberiku kesempatan. Sekali lagi makasih pak.” Ucapku bahagia
Kamar yang luasnya sekitar tiga meter persegi kubersihkan sampai magrib. Aku sholat magrib di kamar itu. Di sujud terakhirku kupanjatkan doa.
“Ya Allah ya Rahman ya Rahim. Hanya kepadamu aku menyembah dan memohon pertolongan. Sekarang aku memohon kepadaMu untuk memberiku kekuatan dan ketabahan dalam menghadapi semua ini. Kuyakin Engkau tak akan memberiku ujian di luar kemampuanku”. Doa dalam sujudku.
Selesai berdoa kupergi ke kamar temanku meminjam Hpnya dan  kutelphon salah  satu panitia seleksi beasiswa Etos dan menanyakan apakah aku lolos. Alhamdulillah , Allah menjawab doaku . Aku diterima di beasiswa Etos dan malam itu juga aku bisa masuk asrama Etos. Semua barangku kuangkat dan meminta uangku sama pak Haji. Aku tidak jadi sewa kots. Aku ucapakan banyak terimah kepadanya.  Ku bersyukur Allah telah memberiku kemudahan dalam setiap kesulitanku, manis dalam setiap pahitku. Aku hanya  mengatakan selalu ada jalan bagi orang-orang yang mau melangkah. Sekian .